Blog Guru Keren

Ayo Siapkan Dirimu menjadi Guru Penggerak.

Blog Guru Keren 2

Portal Guru Berbagi merupakan layanan dari kemendikbud agar setiap guru saling berbagi RPP dan praktik baik.

Blog Guru Keren

Diklat Guru Belajar Seri Masa Pandemi Covid-19.

Minggu, 27 Juni 2021

PGP - I - Kota Padang - Marsal Maret - Aksi Nyata ASTRA (Ambil Sampah Tanpa Ragu)

ASTRA (Ambil Sampah Tanpa Ragu)

1. Latar belakang tentang situasi yang dihadapi
            Sekolah Adiwiyata adalah sekolah yang peduli lingkungan yang sehat, bersih serta lingkungan yang indah. Dengan adanya program adiwiyata diharapkan seluruh masyarakat di sekitar sekolah agar dapat menyadari bahwa lingkungan yang hijau adalah lingkungan yang sehat bagi kesehatan tubuh kita. Salah satu cara menjadikan sekolah adiwiyata yaitu menjadikan sekolah yang bebas dengan sampah. Untuk itu SDN 13 Surau Gadang Kecamatan Nanggalo mengadakan tempat sampah masing-masing kelas sebanyak 3 buah yaitu sampah organik, sampah an organik, dan sampah bahan beracun berbahaya. Tempat sampah yang dipakai pun merupakan daur ulang yaitu bekas kaleng cat. Hal ini sesuai dengan visi misi sekolah untuk menjadikan sekolah yang berwawasan lingkungan sehingga berhasil menjadi sekolah adiwiyata nasional tahun 2016.

          Program Adiwiyata ini merupakan program pendidikan lingkungan hidup yang sangat menunjang pada pencapaian standar lulusan di sekolah, dengan berkembangnya karakter yang dibiasakan pada program sekolah adiwiyata ini melalui tiga prinsipnya, yaitu edukatif, partisipatif, dan berkelanjutan. Melalui program adiwiyata, sekolah bisa menyusun dan melaksankaan program sekolah yang berdampak pada murid untuk menumbuhkan karakter murid yang peduli akan lingkungan.

2. Aksi Nyata yang dilakukan beserta alasan mengapa melakukan hal tersebut
            
            Aksi nyata yang dilakukan pada modul 3.3.a.10 Pengelolaan Program yang Berdampak Pada Murid Calon Guru Penggerak yaitu ASTRA (Ambil Sampah Tanpa Ragu). Program ASTRA merupakan program sekolah untuk menumbuhkan karakter siswa sehingga peduli akan kebersihan lingkungan. Perencanaan untuk program ASTRA dimulai dari sosialisasi yang disampaikan kepada kepala sekolah, rekan guru, dan siswa.  Waktu sosialisasinya dimulai pada saat pembiasaan yang dilakukan sebelum memulai proses pembelajaran. Pelaksanaan ASTRA dilakukan 5 menit sebelum masuk ke dalam kelas dan 5 menit sebelum pulang. Ketika guru meneriakkan kata ASTRA, maka diharapkan siswa langsung mencari dan mengambil sampah yang berserakan di halaman sekolah.

          Alasan saya sebagai CGP memilih melakukan aksi nyata ASTRA karena berusaha menumbuhkan dan menanamkan warga sekolah yang peduli akan kebersihan lingkungan, baik di rumah maupun di sekolah. Harapannya dengan melaksanakan program ASTRA, murid terbiasa hidup bersih dan sehat serta lingkungan terbebas dari sampah baik di rumah maupun di sekolah. Program ASTRA memberikan dampak yang luar biasa kepada murid karena tidak hanya dilakukan oleh murid kelas tinggi, akan tetapi juga bisa diterapkan oleh murid kelas rendah di bawah bimbingan guru. Selain itu, murid juga belajar tentang pemilahan sampah sesuai tempah sampahnya yaitu sampah organik, an organik, dan bahan beracun berbahaya sehingga ketika mereka menemukan sampah, mereka paham dimana harus meletakannya.

Dokumentasi aksi nyata yang dilakukan :
            




            
            Gambar di atas adalah aksi nyata yang dilakukan di sekolah yaitu ASTRA (Ambil Sampah Tanpa Ragu). Sebelum masuk ke dalam kelas setelah istirahat, guru meneriakkan kata ASTRA, maka siswa langsung bergerak mencari dan mengumpulkan sampah yang ditemui di lingkungan sekolah.

4. Perasaan Setelah Menjalankan Aksi Nyata
            Aksi nyata yang dilakukan di SDN 13 Surau Gadang sedikit mengalami kendala karena proses pembelajaran tatap muka terbatas karena jumlah maksimal murid dan jumlah jam hanya sampai 50%. Untuk itu perlu waktu lebih dalam menyampaikan hal ini kepada rekan guru dan murid, sehingga prosesnya berjalan maksimal. Untuk memaksimalkannya, saya memberikan sosialisasi terlebih dahulu kepada rekan guru tentang program ASTRA sehingga bisa juga disampaikan kepada kelas yang lain.
            
           Untuk kelas 6, sudah ada perasaan senang dan puas ketika murid dengan kesadaran sendiri sudah terbiasa membuang sampah ke tempah sampah terpilah. Hanya hal yang perlu ditingkatkan yaitu, bagaimana murid sudah terbiasa dan mampu membuang sampah sesuai jenisnya karena selama ini masih ada sampah yang tercampur. Semoga pada tahun pelajaran baru 2021-2022, proses pembelajaran sudah kembali normal sehingga sosialisasi nya bisa lebih fokus kepada murid.

5. Pembelajaran yang didapat dari aksi nyata
            Banyak manfaat positif yang didapat dari aksi nyata yang dilakukan yaitu :
a. Terwujudnya visi dan misi sekolah yang peduli akan kebersihan lingkungan sehingga sekolah bebas dari sampah.
b. Menumbuhkan karakter baik kepada siswa bahwa tidak boleh membuang sampah sembarangan.
c. Terjalinnya kolaborasi yang baik antara kepala sekolah, rekan guru dan murid untuk menyukseskan aksi nyata yang dilakukan.

            Adapun hal yang belum berhasil di aksi nyata yang dilakukan adalah murid belum terbiasa dan mampu untuk membuang sampah sesuai jenisnya.

6. Rencana perbaikan untuk pelaksaan di masa mendatang
            Karena situasi sekarang masih belum sepenuhnya normal kembali, untuk itu perlu usaha-usaha rencana perbaikan di masa mendatang, seperti:
a. Membuat poster tentang program ASTRA dan membagikannya kepada rekan guru dan murid melalui WA grup
b. Membuat video yang menarik sehingga murid paham tentang program ASTRA dan jenis sampah terpilah walaupun sosialisasi di sekolah terkendala karena masalah waktu.

         

            

Selasa, 15 Juni 2021

Modul 3.2.a.7 Demonstrasi Kontekstual - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

            Pada modul 3.2.a.7, Calon Guru Penggerak membahas dan mempelajari tentang Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya, dimana kita akan melihat kekuatan aset yang ada di sekolah sendiri. Asset-Based Community Development (ABCD) yang selanjutnya akan disebut sebagai Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan suatu kerangka kerja yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann, dimana keduanya adalah pendiri dari ABCD Institute di Northwestern University. ABCD dibangun dari kemampuan, pengalaman, hasrat, dan pengetahuan yang dimiliki oleh anggota komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal untuk menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010)

         Pendekatan komunitas berbasis aset berfokus pada kekuatan aset yang dimiliki oleh sekolah sehingga berdampak kepada murid. Pendekatan PKBAmenekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. PKBA memfokuskan kepada kemampuan atau kekuatan yang dimiliki oleh suatu komunitas untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.

            Saya Marsal Maret, Calon Guru Penggerak dari SDN 13 Surau Gadang akan memetakan kekuatan aset yang dimiliki oleh komunitas saya, sebagai berikut:

            Dari modal manusia, SDN 13 Surau Gadang dipimpin oleh Ibu Desmawita, S.Pd, selaku kepala sekolah. Modal guru yang dimiliki oleh sekolah yaitu ada 3 orang yang berkualifikasi S2 dan selebihnya S1. Banyak hal-hal positif yang dimiliki oleh masing-masing guru sehingga bisa saling berbagi ilmunya kepada guru yang lain, seperti ada guru yang terampil IT, membuat video pembelajaran, membuat kerajinan tangan dari barang-barang bekas. Adapun kepemimpinan dari kepala sekolah melalui kerjasama dengan guru sudah banyak melahirkan prestasi untuk sekolah, salah satunya sekolah adiwiyata.

            Modal fisik yang dimiliki oleh sekolah yaitu berada di pusat kota yang padat penduduknya dan berada di dekat pasar tradisional. Sekolah berada agak jauh di jalan raya sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan untuk murid beraktivitas. Lingkungan sekolah yang asri karena merupakan sekolah adiwiyata nasional membuat suasana belajar di kelas maupun di halaman sekolah menjadi sejuk dan membuat murid betah berlama-lama di sekolah. Sekolah juga memiliki banyak sumberbelajar sehingga juga merupakan kekuatan aset yang dimiliki oleh sekolah.

            Gedung sekolah SDN 13 Surau Gadang sudah milik sendiri yang berasal dari hibah masyarakat sekitar. SDN 13 Surau Gadang memiliki ruangan belajar dalam kondisi baik ditunjang berbagai fasilitas lainnya seperti perpustakaan sekolah, musholla, halaman yang cukup luas serta adanya green house dan bank sampah yang merupakan kekuatan aset yang dimiliki oleh sekolah.

            Dari modal sosial yang dimiliki oleh sekolah yaitu adanya rasa saling memiliki oleh seluruh warga sekolah, masyarakat sekitar dan juga orang tua murid terhadap perkembangan dan kemajuan sekolah. Hal ini dibuktikan dengan adanya paguyuban kelas yang berguna untuk memantau keadaan belajar di kelas masing-masing. Selain itu, pihak sekolah juga sering mengundang masyarakat sekitar dan orang tua murid untuk gotong royong membersihkan lingkungan sekolah sehingga adanya partisipasi dari orang tua dan masyarakat sekitar untuk menjadikan sekolah yang nyaman dan kondusif untuk belajar. Selain itu kami juga memanfaatkan para orang tua untuk menjadi narasumber di sekolah kami seperti, memberikan penyuluhan tentang makanan sehat, cara mencuci tangan dengan sabun yang benar maupun cara memanfaatkan dan mengolah sampah menjadi bernilai ekonomis.

            Dari segi modal finansial, kami pernah mendapatkan bantuan DAK untuk pembangunan ruang perpustakaan yang baru. Untuk operasional sekolah menggunakan Dana BOS dari pemerintah yang dikelola secara transparan dan profesional. Selain itu pihak sekolah juga bekerja sama  dengan pihak lain untuk pemenuhan dan pengadaan barang di sekolah seperti bantuan pot bunga dari orang tua murid, tempat sampah terpilah dari Dinas Lingkungan Hidup, dan cara mengoperasionalkan bank sampah dengan Universitas Bung Hatta.

            

Selasa, 01 Juni 2021

Koneksi Antar Materi Modul 3.1.a.8.1


        Salah satu tugas yang harus dibuat oleh CGP dalam modul 3 tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yaitu membuat koneksi antar materi yang sudah dipelajari selama modul 3.1 dan keterkaitannya dengan modul yang sudah dipelajari sebelumnya.
 

        Pada modul 1 tentang Refleksi Filosofi Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara kita belajar tentang pemikiran beliau dalam menuntun dan mendidik murid sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Dalam filosofi beliau, kita mengenal “Pratap Triloka” yaitu Ing Ngarso Sang Tuludo (di depan menjadi teladan), Ing Madya Mangunkarso (di tengah memberikan motivasi), Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dukungan)”. Hubungan filosofi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara dengan mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran adalah bagaimana kita seorang guru dalam mengambil keputusan yang tepat sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam mengambil keputusan kita harus melihat terlebih dahulu latar atau penyebab ketika keputusan tersebut diambil sehingga murid merasa aman dan nyaman ketika berhadapan dengan gurunya. Menutut Ki Hajar Dewantara, tugas seorang guru hanya menuntun kodrat tumbuh kembang murid. Jika kita menanam padi maka lakukan langkah-langkah terbaik dalam menjaga dan memeliharanya, begitupun jika kita menanam jagung.  Materi pada modul 1 ini mengubah pola pikir saya sebagai seorang pendidik, memperlakukan mereka sesuai dengan kodratnya. Selain itu, dalam modul ini kita sebagai seorang guru tidak perlu lagi memberikan hukuman atau sanksi kepada murid, cukup dengan budaya positif berdasarkan kesepakatan kelas yang dibuat antara guru dengan murid.


        Kita sebagai seorang guru harus selalu memberikan contoh-contoh yang baik kepada siswa, salah satunya dalam mengambil keputusan dengan tepat dan menjadikan hal-hal tersebut sebagai budaya positif sebagai anggota masyarakat, bangsa, Negara serta tatanan dunia. Kita sebagai CGP juga sudah membahas dan mempelajari nilai dan peran guru penggerak serta visi guru penggerak, setelah mempelajari materi ini semoga kita bisa juga membaginya dengan rekan-rekan di sekolah dan komunitas yang ada di kecamatan bahkan di kota/kabupaten sehingga terwujud lingkungan belajar murid merdeka di sekolah masing-masing.    

      Pada modul 2, CGP membahs modul 2 yaitu Praktek Pembelajaran yang Berpihak Pada Murid tentang kebutuhan belajar murid melalui pembelajaran diferensiasi, pembelajaran sosial dan emosional, serta coaching. Keterkaitan materi “pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran” adalah bagaimana kita sebagai seorang guru membuat suasana belajar menjadi menyenangkan bagi siswa. Semua itu dapat kita lakukan dengan cara mempelajari kebutuhan siswa melalui pembelajaran diferensiasi dan membuat keputusan agar semua siswa merasa diperhatikan atau mendapat keadilan dalam proses pembelajaran.


        Pembelajaran sosial dan emosional juga memiliki keterkaitan dengan modul 3. Dalam PSE kita akan mengenal teknik STOP yang membantu kita dalam mengambil setiap keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, misalnya mengahadpi murid yang sering terlambat datang ke sekolah, tidak pernah siap dalam mebuat tugas yang diberikan guru.. Dalam mengambil keputusan kita harus memperhatikan dulu langkah-langkah dalam membuat keputusan. Pada modul 3 ini saya mendapatkan ilmu baru yang sangat luar biasa yang selama ini tidak pernah saya fikirkan yaitu dalam pengambilan keputusan kita harus memperhatikan prinsip dalam pengambilan keputusan, paradigma apa yang terkandung dalam masalah tersebut serta 9 langkah dalam mengambil keputusan yang baik dan adil. Dan setelah saya mempelajari modul ini saya langsung mengimplementasikannya dan itu sangat menyenangkan karena saya merasa setiap keputusan yang saya ambil akan adil terhadap berbagai pihak.
        Pada modul 2 CGP juga belajar tentang coaching. Coaching berbeda dengan mentoring dan konseling. Pada kegiatan coaching ada coach dan coachee. Pada coaching bukan coach yang memberikan jalan keluar kepada coachee, tetapi coachee akan menemukan jalan keluar atas masalah yang dihadapinya. Sedangkan hubungannya dengan materi modul 3 adalah seorang guru atau pendidik harus bisa melihat siswanya yang ada masalah baik itu dalam proses pembelajaran ataupun masalah pribadinya yang membuat siswa tidak fokus dengan sekolahnya. CGP sebagai coach juga bisa memberikan coaching kepada rekan guru di sekolah sehingga guru-guru yang ada di sekolah juga mampu memberikan coaching kepada muridnya sehingga tercipta ruang kolaborasi di komunitas sekolah.
        Materi yang dipelajari dalam Program Pendidikan Guru Penggerak memberikan manfaat yang sangat luar biasa baik kepada saya pribadi sebagai CGP, juga bisa membaginya dengan rekan guru di sekolah dan komunitas yang ada di lingkungan sekitar. Semua materi yang ada dalam modul program guru penggerak ini memiliki keterkaitan yang sangat erat yang sesuai dengan nilai dan peran guru penggerak yaitu mandiri, kolaborasi, reflektif, inovatif dan berpihak pada murid.
        Dalam menjalankan setiap aksi nyata yang sudah dipelajari, saya selalu mendapatkan dukungan dari kepala sekolah, pengawas, rekan-rekan guru sehingga apa yang sudah dipelajari juga dapat dipraktekkan oleh rekan guru yang lain. Semoga semakin banyak rekan-rekan guru se-Indonesia untuk mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak.